Umum  

Bank Buana Arthakassiti Diduga Langgar Etika: Rumah Nasabah di Banjarnegara Disegel Meski Negosiasi Belum Rampung

 

Banjarnegara (24/09) – Suara Rakyat Bawah,

Aroma ketidakadilan kembali menyeruak di Banjarnegara. Seorang warga Desa Adipasir, Kecamatan Rakit, Ibu Pujiati, harus menanggung beban psikologis berat setelah rumahnya dipasangi plang bertuliskan “Tanah dan Bangunan Ini Dalam Jaminan Bank Buana Arthakassiti”. Ironisnya, tindakan penyegelan tersebut dilakukan ketika proses negosiasi penyelesaian pinjaman masih berlangsung.

Langkah yang ditempuh oleh pihak Bank Buana Arthakassiti ini langsung menuai sorotan keras dari Ketua LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Banjarnegara, Slamet Wahyudi, yang menjadi penerima kuasa pendampingan keluarga nasabah. Slamet menilai bahwa penyegelan sepihak tersebut adalah bentuk kesewenang-wenangan yang melukai rasa keadilan masyarakat kecil.

“Negosiasi itu artinya masih ada iktikad baik dari nasabah untuk menyelesaikan kewajiban. Tapi apa yang terjadi? Belum ada kata sepakat, belum ada titik temu, tiba-tiba rumah disegel. Ini bukan hanya tindakan arogan, tapi juga jelas-jelas mencederai prinsip perlindungan konsumen,” tegas Slamet Wahyudi dengan nada geram.

Menurut Slamet, bank seharusnya berperan sebagai mitra masyarakat yang memberikan solusi, bukan justru menciptakan teror psikologis. “Coba bayangkan bagaimana kondisi batin seorang ibu rumah tangga yang rumahnya ditempeli plang penyegelan seperti itu, sementara proses penyelesaian masih berjalan. Tindakan ini sama sekali tidak manusiawi,” imbuhnya.

LSM GMBI Banjarnegara menilai, praktik penyegelan yang dilakukan di tengah proses negosiasi ini bisa dikategorikan sebagai langkah prematur dan tidak etis. Bahkan, Slamet menduga ada indikasi pelanggaran prosedur perbankan yang harus segera diusut. “Jangan sampai ada praktik-praktik semacam debt collector berkedok bank yang menekan masyarakat kecil. Kalau seperti ini, bank bukan lagi lembaga keuangan, tapi berubah jadi predator,” tandasnya.

Selain mengkritik keras pihak bank, Slamet juga mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan instansi terkait untuk turun tangan mengawasi tindakan semacam ini. “Kami mendesak OJK agar tidak tutup mata. Jangan biarkan rakyat kecil diperlakukan semena-mena oleh institusi keuangan yang seharusnya mengayomi,” ucapnya.

Kasus Pujiati disebut hanya salah satu contoh dari sekian banyak problem yang kerap dihadapi masyarakat kecil ketika berhubungan dengan lembaga perbankan. GMBI Distrik Banjarnegara menegaskan, mereka siap mengawal kasus ini hingga tuntas, baik melalui jalur hukum maupun advokasi publik.

“GMBI berdiri di garis depan untuk membela wong cilik. Jika bank tidak segera membuka ruang dialog dan mencabut langkah penyegelan, kami tidak segan menggelar aksi lebih besar. Keadilan harus ditegakkan, jangan sampai masyarakat terus menjadi korban sistem keuangan yang timpang,” pungkas Slamet Wahyudi.

Penulis: subhanEditor: Denharyo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *