Banjarnegara (02/09) – Suara Rakyat Bawah,
Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Lisyono kian menuai sorotan tajam. Laporan polisi yang telah resmi dibuat sejak 9 November 2024 hingga kini tak kunjung menunjukkan perkembangan. Sudah hampir 10 bulan, publik dan pihak keluarga hanya disuguhi kebisuan tanpa kepastian hukum.
Kejanggalan dalam kasus ini sangat nyata. Sertifikat tanah baru bisa terbit, padahal Lisyono sama sekali tidak pernah menandatangani akta jual beli di hadapan notaris maupun PPAT. Logika hukumnya sederhana: tanpa tanda tangan, tidak ada transaksi sah. Namun anehnya, sertifikat itu tetap muncul. Pertanyaan besar pun menyeruak: siapa yang bermain di balik kasus ini?
Nama Notaris berinisial TS juga ikut disebut dalam pusaran persoalan. TS yang sebelumnya berkantor di Mantrianom, Kecamatan Bawang, Banjarnegara, kini keberadaannya tidak jelas. Perpindahan kantornya yang misterius semakin menimbulkan tanda tanya: apakah ini sekadar kebetulan, atau memang ada upaya menghilangkan jejak?
“Ini bukan sekadar kelalaian, tapi dugaan praktik terstruktur yang merugikan warga. Sangat aneh bila polisi seolah menutup mata hampir setahun lamanya,” tegas salah satu kuasa pendamping Lisyono yang geram melihat lambannya penanganan.
Keluarga Lisyono pun sudah berulang kali menyuarakan kekecewaan. Mereka merasa dikhianati oleh sistem hukum yang seharusnya melindungi rakyat kecil. Alih-alih mendapat kepastian, laporan yang dilayangkan sejak 9 November 2024 justru mengendap tanpa kepastian.
Hingga 1 September 2025, aparat penegak hukum masih bungkam. Tidak ada keterangan resmi, tidak ada perkembangan signifikan. Kasus ini pun terkesan dibiarkan membusuk. Publik bertanya-tanya: apakah hukum di negeri ini hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas?