Berita  

MPD dan INI Banjarnegara Dinilai Tutup Mata Soal Kasus Oknum Notaris TS : Di Mana Letak Fungsi Pengawasan?

ilustrasi

Banjarnegara – Suara Rakyat Bawah,

Dunia kenotariatan di Kabupaten Banjarnegara tengah tercoreng. Dugaan kasus penipuan, penggelapan, dan pemalsuan dokumen yang melibatkan seorang oknum notaris berinisial TS terus menjadi sorotan publik. Pemberitaan di berbagai media online telah menyebar luas, memantik pertanyaan dari masyarakat terkait integritas dan fungsi pengawasan terhadap profesi yang semestinya menjadi pilar hukum dan kepercayaan publik.

Namun ironisnya, di tengah derasnya arus informasi dan desakan publik akan kejelasan, baik Ikatan Notaris Indonesia (INI) Banjarnegara maupun Majelis Pengawas Daerah (MPD) justru tampak pasif. Saat dikonfirmasi oleh awak media, Ketua INI Banjarnegara, Deny Wibowo, S.H.,Mkn. hanya memberikan jawaban normatif: bahwa belum ada laporan tertulis yang masuk, baik ke INI maupun ke MPD.

Pernyataan tersebut sontak menuai reaksi keras dari masyarakat. Banyak yang menilai bahwa pernyataan itu mencerminkan sikap seolah-olah kedua lembaga tersebut hanya akan bergerak jika “disuapi”, bukan atas dasar inisiatif atau tanggung jawab moral dan profesi yang melekat pada lembaga pengawasan.

Padahal, sebagaimana diketahui, tugas MPD dan INI bukan sekadar menunggu laporan. Mereka memiliki peran penting sebagai garda depan dalam menjaga marwah profesi notaris di mata publik. Ketika informasi dan indikasi pelanggaran etik atau hukum telah menyebar luas di ruang publik, mestinya langkah awal berupa klarifikasi, penelusuran informasi, hingga investigasi internal segera dilakukan.

“Bagaimana mungkin mereka diam saja seolah tidak tahu menahu? Pemberitaan sudah ramai di mana-mana. Ini bukan isu kecil. Ini menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap profesi notaris,” ujar salah satu pengamat hukum Banjarnegara yang enggan disebutkan namanya.

Kritik tajam juga datang dari kalangan masyarakat sipil. Mereka mempertanyakan fungsi dan efektivitas MPD serta INI jika dalam situasi seperti ini justru tak menunjukkan sikap responsif.

“Kalau hanya menunggu laporan resmi tertulis, lalu apa gunanya lembaga pengawas? Bukankah mereka juga berkewajiban menjaga kredibilitas institusi dan bertindak ketika ada indikasi kuat pelanggaran etik atau hukum, meskipun belum ada laporan formal?” tambah warga lainnya.

Lebih parahnya lagi, baik MPD maupun INI tidak menunjukkan upaya sedikit pun untuk melakukan klarifikasi kepada oknum notaris yang bersangkutan. Tidak ada langkah proaktif, tidak ada penyelidikan awal, bahkan tidak ada komunikasi yang dibangun untuk mengonfirmasi kebenaran dari pemberitaan yang beredar. Publik pun menilai, dua institusi ini justru menutup mata dan telinga rapat-rapat.

Sikap ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah ada pembiaran sistemik terhadap dugaan pelanggaran etik notaris? Apakah ada semacam kenyamanan dalam diam demi menjaga “kolega”? Jika benar demikian, maka INI dan MPD Banjarnegara telah gagal menjalankan fungsinya secara profesional dan independen.

Dalam konteks ini, masyarakat menuntut adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan profesi notaris, terutama di daerah. Jangan sampai kasus seperti ini menjadi preseden buruk yang melemahkan kepercayaan publik terhadap hukum dan profesi notaris itu sendiri.

Sudah saatnya MPD dan INI Banjarnegara bangun dari tidur panjangnya. Profesionalisme harus ditegakkan. Jika tidak, maka mereka akan tercatat dalam sejarah sebagai lembaga pengawas yang abai di saat kepercayaan masyarakat tengah runtuh.

Penulis: partoEditor: denharyo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *