Banjarnegara — Suara Rakyat Bawah, Aroma misteri menguar dari balik gerbang hukum di Banjarnegara. Seorang notaris ternama berinisial TS, yang selama ini dikenal publik sebagai pejabat pembuat akta yang dipercaya, kini harus menanggung sorotan tajam setelah diduga terlibat dalam perkara serius: penipuan, penggelapan, dan pemalsuan tanda tangan. Namun kasus ini tak hanya menyita perhatian karena bobot tuduhannya — melainkan karena adanya dua versi kisah yang saling bertolak belakang, menyelimuti sosok TS dengan kabut teka-teki yang kian pekat.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip dari salah satu situs berita online lokal, TS menyampaikan bahwa saat ini dirinya tengah melaksanakan ibadah umrah ke Tanah Suci. Sebuah alasan yang dalam norma sosial dan agama, tentu sulit dipertanyakan — siapa yang berani mencurigai seseorang yang sedang menunaikan panggilan spiritual?
Namun di balik itu, kebenaran mulai berderak dari sisi lain. Berdasarkan dokumen resmi berupa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima oleh AS, pihak pelapor dalam kasus ini, disebutkan bahwa TS sedang menjalani pendidikan program doktoral (S3) — bukan sedang berada di Mekkah, melainkan konon berada di lingkungan akademik.
Pernyataan ini menciptakan konflik narasi yang tajam. Di satu sisi, TS menyampaikan bahwa dirinya berada dalam perjalanan spiritual, seolah ingin mengisyaratkan ketenangan batin dan ketidakterlibatan dalam pusaran konflik. Namun di sisi lain, data dari kepolisian justru memunculkan dugaan bahwa TS sedang aktif dalam kegiatan intelektual dilingkungan akademik, bukan menjejak di Tanah Suci.
Kini, publik pun terpecah dalam menyikapi polemik ini. Banyak yang bertanya, “Mana yang benar?” Apakah ini bentuk pembelaan diri atau upaya menghindari proses hukum? Ataukah ini sekadar kesalahpahaman administratif belaka?
Sementara itu, AS selaku pelapor menyatakan kekecewaannya atas inkonsistensi informasi dari pihak terlapor. Dugaan serius yang dituduhkan kepada TS bukanlah perkara ringan. Tanda tangan yang diduga dipalsukan, serta potensi kerugian materiil dan moral yang dialami, menjadikan perkara ini tidak bisa dianggap remeh atau disepelekan oleh aparat penegak hukum.
“Kami percaya pada proses hukum. Tapi publik berhak tahu siapa yang bermain-main dengan kebenaran,” ujar AS saat dihubungi oleh tim redaksi. AS berharap agar penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Banjarnegara dapat berjalan transparan, objektif, dan cepat.
Saat ini, kebenaran masih menggantung di udara. Apakah TS memang sedang beribadah di Tanah Suci, atau tengah menuntut ilmu di ruang kuliah S3? Jawabannya, seperti kabut di pagi hari, masih samar namun perlahan mulai menipis.
Kita tunggu bersama, hasil penyelidikan resmi dari Polres Banjarnegara. Karena di negeri hukum, kebenaran bukan sekadar cerita — ia harus dibuktikan.