Skip to main content

Membenahi Lembaga Adat Melayu Kepri, Mewujudkan Kelembagaan yang Transparan dan Berdaya

Tim Ad Hoc LAM kepri

Tanjungpinang, - Suara Rakyat Bawah, Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014 memiliki kedudukan sebagai lembaga publik yang bertujuan menjaga dan mengembangkan adat istiadat Melayu. Namun, seiring waktu, kelembagaan ini dinilai kurang mampu menjalankan peran strategisnya secara optimal dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat serta menjaga nilai-nilai budaya Melayu di tengah arus perubahan zaman.

Sebagai bagian dari upaya pembenahan, Tim Ad Hoc telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah serta usulan revisi terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Imam Setiawan. Penyerahan dokumen ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari audiensi yang berlangsung pada 11 Februari 2025 antara Ketua DPRD dengan Aliansi Penyelamat Kelembagaan Adat Melayu Kepulauan Riau.

Menurut Dato Chaidar Rahmat, perwakilan aliansi tersebut, pembentukan tim ad hoc ini merupakan bentuk kepedulian masyarakat terhadap lemahnya tata kelola LAM Kepri. Sebagai lembaga yang mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah dan memperoleh pendanaan rutin dari APBD, LAM Kepri diharapkan lebih proaktif dalam memperjuangkan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat. Namun, dalam praktiknya, peran tersebut belum berjalan secara maksimal.

Salah satu persoalan utama yang dihadapi adalah tidak adanya regulasi yang jelas terkait tata kelola organisasi, termasuk mekanisme perekrutan pengurus, sistem kepemimpinan, serta aturan mengenai pergantian antar waktu bagi ketua dan pengurus lainnya. Tidak adanya aturan yang tegas dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi telah menimbulkan berbagai polemik dan perbedaan tafsir yang menghambat efektivitas lembaga ini.

Selain itu, struktur organisasi LAM Kepri dinilai belum mampu mengakomodasi keberagaman sistem adat yang ada di seluruh wilayah Kepulauan Riau. Akibatnya, berbagai program dan kebijakan yang dibiayai oleh APBD sering kali tidak sejalan dengan amanat Perda Nomor 1 Tahun 2014, sehingga menimbulkan tantangan dalam aspek transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.

Tim Ad Hoc juga menyoroti bahwa dalam ketentuan Perda, gubernur sebagai kepala daerah memiliki kewajiban untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi kelembagaan LAM Kepri. Namun, regulasi yang berlaku saat ini dianggap belum mampu menyesuaikan diri dengan dinamika sosial, budaya, dan hukum adat yang berkembang di tingkat nasional maupun daerah.

Salah satu masalah mendasar yang masih dihadapi adalah minimnya pengakuan resmi terhadap masyarakat adat Melayu di Kepulauan Riau. Meskipun nilai-nilai adat Melayu terus berkembang dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di berbagai daerah, secara formal, keberadaan komunitas adat ini masih belum mendapatkan pengakuan sah dari negara maupun pemerintah daerah.

Ketua Tim Ad Hoc, Datuk Huzrin Hood, bersama anggota tim yang terdiri dari Chaidar Ahmat, Andi Anhar, Kholik Alfian Suheri, Raja Malik, Hajarullah Aswad, Dr. Riauiwanto Syarif, Agus Purwako, Andi R Framantdha, Eddy Sofin, dan Sayuti, SH, menegaskan bahwa revisi terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2014 perlu dilakukan guna menyesuaikan regulasi dengan kondisi terkini.

Salah satu usulan utama dalam revisi ini adalah penyusunan naskah akademik sebagai dasar bagi rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang lebih implementatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat Melayu. Kajian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengusulan perubahan Perda baik oleh gubernur maupun melalui inisiatif DPRD.

Selain aspek regulasi, Tim Ad Hoc juga menyoroti berbagai masalah internal yang menghambat efektivitas LAM Kepri, termasuk dugaan praktik kolusi dan nepotisme yang melemahkan independensi lembaga ini. Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, LAM Kepri akan semakin sulit menjalankan perannya secara mandiri dan tetap berada di bawah pengaruh kekuasaan, sehingga tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat adat secara adil dan independen.

Reformasi LAM Kepri diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam tata kelola kelembagaan adat yang lebih transparan, profesional, dan benar-benar mewakili kepentingan masyarakat Melayu. Dengan adanya regulasi yang lebih jelas dan sistem kelembagaan yang kuat, LAM Kepri diharapkan mampu berperan lebih besar dalam menjaga marwah budaya serta memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di Kepulauan Riau.

Comments

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <br> <p> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id> <cite> <dl> <dt> <dd> <a hreflang href> <blockquote cite> <ul type> <ol type start> <strong> <em> <code> <li>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

Article Related